Analisis Hukum: Pemindahan Ammar Zoni ke Nusakambangan, Berlebihan atau Mendesak?

Pemindahan artis Ammar Zoni ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Super Maximum Security di Nusakambangan telah memicu perdebatan publik dan Analisis Hukum mendalam. Tindakan ini diambil setelah ia diduga terlibat dalam peredaran narkotika dari dalam rutan. Pertanyaannya, apakah keputusan ini berlebihan mengingat statusnya sebagai terpidana narkoba, atau justru merupakan langkah yang mendesak dan proporsional demi menjaga integritas sistem pemasyarakatan?

Secara Analisis Hukum, pemindahan narapidana ke lapas dengan keamanan maksimum didasarkan pada klasifikasi risiko. Menurut Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas), Ammar Zoni dikategorikan sebagai warga binaan berisiko tinggi (high risk). Status ini diberikan bukan hanya karena kasus narkoba sebelumnya, tetapi karena dugaan keterlibatannya dalam jaringan peredaran narkoba di dalam rutan, yang membahayakan keamanan.

Keputusan pemindahan ini dilindungi oleh peraturan yang mengatur pemasyarakatan, khususnya yang berkaitan dengan narapidana high risk. Tujuan utama pemindahan ke Nusakambangan adalah untuk memutus mata rantai peredaran narkoba dari dalam lapas. Lapas Super Maximum Security di sana dirancang untuk meminimalkan komunikasi dan interaksi, memberikan shock therapy dan isolasi dari jaringan lama.

Namun, dari sudut pandang Analisis Hukum yang lain, kuasa hukum Ammar Zoni menyayangkan pemindahan ini. Mereka berpendapat bahwa proses hukum terkait dugaan peredaran narkoba belum sepenuhnya selesai dan seharusnya tidak ada tindakan yang seolah-olah mengasumsikan kesalahan sebelum putusan final. Mereka juga menyoroti kesulitan menghadiri sidang secara langsung akibat pemindahan ke lokasi terpencil tersebut.

Analisis Hukum menyimpulkan bahwa pemindahan ini adalah tindakan administratif dan preventif, bukan hukuman tambahan. Kebijakan ini menekankan pada kepentingan keamanan dan ketertiban lapas secara keseluruhan. Kemenimipas berargumen bahwa kepentingan umum dan pemberantasan narkoba di dalam rutan lebih diutamakan daripada kenyamanan individu yang terindikasi membahayakan sistem.

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan telah menegaskan bahwa Ammar Zoni memiliki riwayat residivis narkoba dan perilaku yang tidak patuh aturan. Dua hal tersebut menunjukkan bahwa narapidana bersangkutan membutuhkan pembinaan di lingkungan yang super ketat. Pemindahan ini bukan permanen; narapidana dapat dipindahkan kembali ke lapas risiko rendah setelah asesmen per enam bulan menunjukkan penurunan risiko.

Langkah ini juga mendapat dukungan dari Kepala BNN (Badan Narkotika Nasional) yang menilai pemindahan ke lapas super maksimum sebagai “terapi kejut” yang diperlukan bagi narapidana nakal. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan efek jera, sekaligus mengirim pesan keras bahwa upaya pengendalian narkoba dari dalam penjara tidak akan ditoleransi.